“ Mama mau jualan donat di warung” kata – kata itu telontar begitu saja. Saya
yang masih duduk di kelas 3 sd waktu itu hanya diam saja. Waktu itu kami
tinggal di asrama tentara di Siteba, Padang dan adik saya masih berusia 3 tahun. Dengan
bertambahnya jumlah anak maka pengeluaran juga bertambah. Penghasilan ayah saya
yang hanya seorang anggota TNI – AD tidaklah cukup untuk memenuhi kebutuhan
rumah tangga. Saya masih ingat sering dimarahi lantaran suka minta uang jajan
buat beli bakso, gorengan , mainan dan sejenisnya. “ Gak ada jajan, gak ada uang”, ibu mengomel,
kalau sudah begitu ya saya mundur dengan perasaan dongkol.
Maka
dari itu ibu saya ingin membantu ayah saya dengan berjualan. Dimulai dengan
sepiring donat penuh , ibu membawanya ke warung dekat dengan mesjid tempat saya
mengaji. Pagi diantar, sorenya diambil. Sornya pas mau diambil “ Masih banyak sisa nih buk, donatnya
gak ngembang sih besok- besok donatnya harus ngembang biar banyak yang beli”
saran yang punya warung kepada ibu. Sambuk mengicapkan terima kasih ibu membawa piring dengan donat yang masih banyak itu ke rumah. Aku mencicipi
donat itu dan…. keras, gak ada lembutnya sama sekali. Esoknya ibu belajar cara
membuat donat yang benar dari tetangga yang jago memasak. Dirasa sudah enak ,
ibu membawa lagi donat ke warung.
Alhamdulillah, kali ini berhasil dagangan ibu laris manis. Besoknya ibu
melakukan ekspansi, kali ini bukan hanya donat tapi ibu juga jualan bakwan dari
1 warung sekarang ibu jualan ke 5 warung .
Aku dan
abangku kebagian tugas membawa jualan kami ke warung – warung sekitar rumah
sebelum berangkat ke sekolah. Sorenya
kami ambil kembali, kami hitung hasil pendapatan hari ini kalau ada donat dan
bakwan berlebih ya kami makan atau kasih ke tetangga. Ayahku yang dulu
menentang usaha ibuku karena gengsi sekarang malah balik ikut membantu membeli
bahan baku, padahal dulu saking tidak sukanya sempat 3 hari ayah dan ibu tidak
saling bicara tapi karena sekarang hasilnya jualan ibu lumayan dan kelihatan
hasilnya , ayah jadi tidak marah lagi dan balik ikut membantu.
Ayah
dipindah tugaskan ke Martapura, terpaksa kami tidak jualan lagi dan ikut ayah.
Di Martapura waktu tempatnya cukup terisolir,
asrama kami jauh dari pusat keramaian jadinya ibu tidak bisa jualan.
Setelah 2 tahun ayah dipindah tugaskan lagi ke kampung halaman kami di Kab
Kerinci, jambi. Karena kami belum punya rumah dan ibu saya tidak mau tinggal
dengan nenek maka kami tinggal di asrama
tentara yang lumayan jauh dari rumah nenek. Adik saya sendiri bersekolah di
sebuah SD yang berada di atas bukit. Kalau mau ke SD ini harus mendaki dulu dan tidak ada satupun jajanan yang dijual padahal muridnya lumayan banyak. Di sini
naluri bisnis ibu saya muncul lagi, ibu jualan bakwan, donat, mie goreng, tahu
isi dan aneka gorengan ke SD tempat adikku sekolah, sekalian mengantar adikku
sekolah. Walau jauh ke atas tapi hasilnya jauh lebih besar daripada yang kami
dapatkan dulu di Padang. Bayangkan saja, hanya ibu yang jualan jajanan di SD
itu jadinya siswa – siswa di sana ya belanja di tempat ibu saya, hehe,,,, tentu
saja barang dagangan ibu laris manis. Uang yang didapat dari jualan ibu
tabung dan hasilnya kami bisa membangun
sebuah rumah dekat dengan rumah nenek kami. Rumah itu dibangun hanya dari
jualan jajanan sekolah ibu, bukan dari gaji ayah saya.
Akhirnya
rumah selesai dibangun dan siap untuk dihuni dan ibu.. hahaha tetap saja walau
tidak bisa jualan di sekolah lagi tapi tetap jualan, di depan rumah. Dengan
modal meja panjang, ibu jualan gorengan bahkan menggoreng pun di sana, selesai
digoreng langsung diletakkan di atas meja dan ada – ada saja orang yang datang
untuk membeli. Nenek saya saja sampai
menggeleng – gelengkan kepala melihat tingkah ibu saya, “ gak dimana – dimana
tetap aja jualan” ujar sang nenek. Nah
uang dari hasi jualan gorengan ini ibu tabung dan hasilnya ibu membuat warung
kecil ukurang 3 x 4 m di depan rumah.
Warung
itu pun berdiri, aku dan abangku mulai mengisi warung kami dengan dagangan
warung, hehe bukan gorengan lagi. Dan dasar ibu otak bisnisnya gak pernah mati,
pagi – pagi setelah subuh ibu ke pasar membeli ikan, sayur, daging dan bahan
masakan untuk dijual lagi. Tempat tinggal kami lumayan jauh dari pasar karena itu ibu menjual bahan baku untuk
masakan di warungnya sehingga warga di sini bisa beli bahan masakannya di
warung ibu saja biar praktis, meja panjang yang dipakai untuk jualan gorengan
itu kami jejerkan didepan warung dan kami letakkan semua bahan baku itu di meja. Benar perkiraan ibu, dalam
waktu singkat bahan baku habis dibeli dan mulai besok pagi ibu akan jualan bahan baku masakan lagi. Meja itu sudah
kosong, sorenya meja itu dimanfaatkan
ibu untuk meletakkan gorengan,tetap gorengan tidak pernah tinggal. Walaupun
warung kami sama seperti warung kebanyakan, tapi dengan barang – barang yang
dijual warung seperti kebanyakan, ditambah bahan baku masakan di pagi hari dan
gorengan di sore hari, hasilnya menjadi Alhamdulillah. Dari hasil ibu berjualan
seperti itu, selain rumah yang sudah saya jelaskan di atas, ibu dapat
membiayaiku kuliah, membeli 1 unit mobil, dan 1 unit motor untuk adikku.
Ibuku
memang gak ada duanya, bermula dari niat membantu ayahku dalam mencukupi
kebutuhan keluarga, sekarang hasilnya malah melebih dari niat itu. Cara – cara
ibu berjualan, ibu ajarkan ke istri – istri tentara yang “menganggur” dan tidak
melakukan apa – apa. “ Jangan gengsi” itu kata ibu saya kepada teman –temannya.
“ Kalau kamu masih gengsian, ya gak dapat apa – apa, kalian masih aja tetap
mengandalkan gaji suami, dengan gaji segitu bisa buat apa, kalian gak akan
punya rumah walaupun pensiun nanti. Saya
mulainya juga dari kecil – kecilan, cobalah dulu nanti udah kalau ada untung
walau kecil kalian akan semangat buat nambah lagi”, ceramah ibu saya kapada
teman – temannya sesame istri tentara. Dalam hati saya bersyukur kepada Allah
SWT, saya mendapatkan orang tua yang hebat , Ayah yang bekerja mengabdi untuk
negara dan ibu bekerja untuk keluarga, sempurna bukan… ^_^.