Monday, August 20, 2012

Perfect Mom


“ Mama mau jualan donat di warung”  kata – kata itu telontar begitu saja. Saya yang masih duduk di kelas 3 sd waktu itu hanya diam saja. Waktu itu kami tinggal di asrama tentara di Siteba, Padang dan  adik saya masih berusia 3 tahun. Dengan bertambahnya jumlah anak maka pengeluaran juga bertambah. Penghasilan ayah saya yang hanya seorang anggota TNI – AD tidaklah cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Saya masih ingat sering dimarahi lantaran suka minta uang jajan buat beli bakso, gorengan , mainan dan sejenisnya.  “ Gak ada jajan, gak ada uang”, ibu mengomel, kalau sudah begitu ya saya mundur dengan perasaan dongkol.
                Maka dari itu ibu saya ingin membantu ayah saya dengan berjualan. Dimulai dengan sepiring donat penuh , ibu membawanya ke warung dekat dengan mesjid tempat saya mengaji. Pagi diantar, sorenya diambil. Sornya pas mau diambil “ Masih banyak sisa nih buk, donatnya gak ngembang sih besok- besok donatnya harus ngembang biar banyak yang beli” saran yang punya warung kepada ibu. Sambuk mengicapkan terima kasih ibu membawa piring dengan donat  yang masih banyak itu ke rumah. Aku mencicipi donat itu dan…. keras, gak ada lembutnya sama sekali. Esoknya ibu belajar cara membuat donat yang benar dari tetangga yang jago memasak. Dirasa sudah enak , ibu membawa lagi donat  ke warung. Alhamdulillah, kali ini berhasil dagangan ibu laris manis. Besoknya ibu melakukan ekspansi, kali ini bukan hanya donat tapi ibu juga jualan bakwan dari 1 warung sekarang ibu jualan ke 5 warung .
                Aku dan abangku kebagian tugas membawa jualan kami ke warung – warung sekitar rumah sebelum berangkat ke sekolah.  Sorenya kami ambil kembali, kami hitung hasil pendapatan hari ini kalau ada donat dan bakwan berlebih ya kami makan atau kasih ke tetangga. Ayahku yang dulu menentang usaha ibuku karena gengsi sekarang malah balik ikut membantu membeli bahan baku, padahal dulu saking tidak sukanya sempat 3 hari ayah dan ibu tidak saling bicara tapi karena sekarang hasilnya jualan ibu lumayan dan kelihatan hasilnya , ayah jadi tidak marah lagi dan balik ikut membantu.
                Ayah dipindah tugaskan ke Martapura, terpaksa kami tidak jualan lagi dan ikut ayah. Di Martapura waktu tempatnya cukup terisolir,  asrama kami jauh dari pusat keramaian jadinya ibu tidak bisa jualan. Setelah 2 tahun ayah dipindah tugaskan lagi ke kampung halaman kami di Kab Kerinci, jambi. Karena kami belum punya rumah dan ibu saya tidak mau tinggal dengan  nenek maka kami tinggal di asrama tentara yang lumayan jauh dari rumah nenek. Adik saya sendiri bersekolah di sebuah SD yang berada di atas bukit. Kalau mau ke SD ini harus mendaki dulu  dan tidak ada satupun jajanan yang dijual  padahal muridnya lumayan banyak. Di sini naluri bisnis ibu saya muncul lagi, ibu jualan bakwan, donat, mie goreng, tahu isi dan aneka gorengan ke SD tempat adikku sekolah, sekalian mengantar adikku sekolah. Walau jauh ke atas tapi hasilnya jauh lebih besar daripada yang kami dapatkan dulu di Padang. Bayangkan saja, hanya ibu yang jualan jajanan di SD itu jadinya siswa – siswa di sana ya belanja di tempat ibu saya, hehe,,,, tentu saja barang dagangan ibu laris manis. Uang yang didapat dari jualan ibu tabung  dan hasilnya kami bisa membangun sebuah rumah dekat dengan rumah nenek kami. Rumah itu dibangun hanya dari jualan jajanan sekolah ibu, bukan dari gaji ayah saya.
                Akhirnya rumah selesai dibangun dan siap untuk dihuni dan ibu.. hahaha tetap saja walau tidak bisa jualan di sekolah lagi tapi tetap jualan, di depan rumah. Dengan modal meja panjang, ibu jualan gorengan bahkan menggoreng pun di sana, selesai digoreng langsung diletakkan di atas meja dan ada – ada saja orang yang datang untuk membeli. Nenek saya  saja sampai menggeleng – gelengkan kepala melihat tingkah ibu saya, “ gak dimana – dimana tetap aja jualan” ujar sang nenek.  Nah uang dari hasi jualan gorengan ini ibu tabung dan hasilnya ibu membuat warung kecil ukurang 3 x 4 m di depan rumah.
                Warung itu pun berdiri, aku dan abangku mulai mengisi warung kami dengan dagangan warung, hehe bukan gorengan lagi. Dan dasar ibu otak bisnisnya gak pernah mati, pagi – pagi setelah subuh ibu ke pasar membeli ikan, sayur, daging dan bahan masakan untuk dijual lagi. Tempat tinggal kami lumayan jauh dari pasar  karena itu ibu menjual bahan baku untuk masakan di warungnya sehingga warga di sini bisa beli bahan masakannya di warung ibu saja biar praktis, meja panjang yang dipakai untuk jualan gorengan itu kami jejerkan didepan warung dan kami letakkan semua bahan  baku itu di meja. Benar perkiraan ibu, dalam waktu singkat bahan baku habis dibeli dan mulai besok pagi ibu akan jualan  bahan baku masakan lagi. Meja itu sudah kosong, sorenya  meja itu dimanfaatkan ibu untuk meletakkan gorengan,tetap gorengan tidak pernah tinggal. Walaupun warung kami sama seperti warung kebanyakan, tapi dengan barang – barang yang dijual warung seperti kebanyakan, ditambah bahan baku masakan di pagi hari dan gorengan di sore hari, hasilnya menjadi Alhamdulillah. Dari hasil ibu berjualan seperti itu, selain rumah yang sudah saya jelaskan di atas, ibu dapat membiayaiku kuliah, membeli 1 unit mobil, dan 1 unit motor untuk adikku.
                Ibuku memang gak ada duanya, bermula dari niat membantu ayahku dalam mencukupi kebutuhan keluarga, sekarang hasilnya malah melebih dari niat itu. Cara – cara ibu berjualan, ibu ajarkan ke istri – istri tentara yang “menganggur” dan tidak melakukan apa – apa. “ Jangan gengsi” itu kata ibu saya kepada teman –temannya. “ Kalau kamu masih gengsian, ya gak dapat apa – apa, kalian masih aja tetap mengandalkan gaji suami, dengan gaji segitu bisa buat apa, kalian gak akan punya rumah walaupun pensiun nanti.  Saya mulainya juga dari kecil – kecilan, cobalah dulu nanti udah kalau ada untung walau kecil kalian akan semangat buat nambah lagi”, ceramah ibu saya kapada teman – temannya sesame istri tentara. Dalam hati saya bersyukur kepada Allah SWT, saya mendapatkan orang tua yang hebat , Ayah yang bekerja mengabdi untuk negara dan ibu bekerja untuk keluarga, sempurna bukan… ^_^.

ATS (Alumni Training Support)


Bagi kalian yang pernah mengikuti training Emotional Spiritual Quotient (ESQ) pasti melihat sekelompok orang berpakaian hitam2 yang duduk di belakang para peserta training. Mereka adalah ATS (Alumni Training Support / Advanced Training service). ATS adalah alumni ESQ yang membantu dalam setiap training ESQ untuk kelancaran dan kesuksesan training tersebut. Para ATS ini tugasnya membantu dalam simulasi games, merapikan barisan peserta training, menegur peserta apabila peserta tersebut ribut atau mengganggu jalannya training.
Saya sendiri mengiktui training ESQ In House training Universitas Andalas (IHT UNAND) angkatan 1 tahun 2007 . Pada waktu itu saya mau tidak mau harus ikut karena kewajiban dari pihak kampus, tetapi ketika saya mengikuti training, saya merasakan ada yang menusuk di dalam hati saya. Training ini membuka mata hati saya tentang tujuan kita hidup sebenarnya, saya mendapatkan pelajaran yang sangat berharga,  sekeras apau usaha kita, pasti akan mendapat balasannya bisa cepat atau ketika kita sudah menghadap sang  pencipta.
 Ketika break, saya melihat para ATS membersihkan lantai,memungut sampah tisu , membantu mengangkat kursi  dan membantu para peserta yang mengalami kesulitan.  Saya berpikir apa mereka digaji atau tidak, mengapa mereka memakai baju hitam-hitam? Ketika training berakhir, saya sangat ingin suasana ESQ itu hadir setiap saat di dalam diri saya untuk memuhasabah diri saya sendiri, makanya saya ingin menjadi ATS seperti mereka. Setelah training saya kembali ke asrama dan bertanya sana – sini bagaimana caranya menjadi ATS. Salah seorang teman saya mengatakan kalau mau jadi ATS harus datang sehari sebelum pelaksanaan training untuk ikut briefing.
Di briefing itulah saya tanya seluk beluk ATS kepada yang lebih senior.  “ATS itu seperti malaikat”, kata senior saya. “ Kita tidak digaji dengan uang, kita datang lebih awal dan pulang lebih lama dari para peserta, kamu kan sudah lihat ATS itu seperti apa kerjanya, kita harus selalu tersenyum dan sabar. Peserta itu memiliki sifat dan karakter yang berbeda-beda dan kita tidak boleh marah apabila ada peserta yang bandel dan tak mau diatur. Kalau kamu ingin belajar ikhlas dan sabar, jadilah ATS.”
Tiap tahunnya UNAND mewajibkan training ESQ kepada seluruh mahasiswa baru dan sertifikat ESQ digunakan sebagai syarat  untuk mengikuti ujian akhir. Karena mahasiswa baru UNAND jumlah nya  ± 5000 orang maka training dibagi menjadi 7 angkatan (14 hari).  Jam 6 pagi saya datang ke auditorium, mengikuti briefing, membagi tugas (kemanan, kapten dan asisten blog,registrasi dan games). Sore harinya briefing lagi untuk evaluasi kesalahan-kesalahan selama training. Tidak ada rasa letih apalagi bosan dalam melakukannya karena saya disini bertemu dengan teman baru dan rasa kekeluargaan yang dibangun sangat baik. Ketika semua rangkaian training selesai ada perasaan sedih yang hinggap di hati kami para ATS karena kami tidak akan bisa berkumpul dan bekerja sama lagi. Tidak ESQnya yang saya majukan tapi 165nya, 1 Ikhsan, 6 rukun iman dan 5 rukun Islam.

Total Pageviews

Powered by Blogger.

Pages - Menu

Disqus for Deki Surmayanto

Featured Posts Coolbthemes